Saturday, April 12, 2008

Pika-Pika Workshop

Bermula ketika aku nongkrong di loteng DKV bareng Anin.
Ujung-ujungnya aku nelpon Commonroom buat ikutan workshop Pika-Pika ini. Ya, katanya sih para seniman dari Jepang berbondong-bondong pameran di Indonesia, sekalian ngasih workshop. Spontan saja jiwa petualang aku keluar, penasaran ikutan.
Alhasil pas hari-H, karena lupa Commonroom dimana, jadi keliling-keliling daerah situ setengah jam. Anjis.
Semua energi antusias buyar sudah.

Antusiasme kembali hadir sesaat setelah aku melihat Sang Artist, Tochka. Melihat wajahnya yang agak kartun dan gerak-gerik khas orang Jepang membuat aku geli sendiri.
Aku kembali menantang diriku.

Karena setiap hari aku selalu berhubungan dengan segala macam tetek-bengek angkot. Maka perjalanan kali itu ke Terminal Dago (dengan men-carter) terasa biasa-biasa saja. Namun yang berbeda adalah adanya beberapa wajah yang hampir aku temui setiap hari di gedung SR, seangkot denganku. Bahkan disebelahku ada Nyonya Astrid yang setia mendampingi dan bersandar di bahuku. Anggota workshop yang lain pun berasal dari berbagai genre masyarakat. Ada anak kecil berumur kira-kira lima tahunan bersama bapaknya. Lalu ada mahasiswi yang ternyata orang Jepang yang sedang mengambil mayor sastra indonesia di UNPAD (teringat kembali perkenalan saya dengan dia, Natsuko. Mahasiswi dari Jepang yang sangat ramah).

Oh ya, aku lupa memberitahu. Pika-Pika Workshop ini adalah sebuah workshop animasi dengan menggunakan kamera SLR (dengan bukaan dan shutter speed tertentu) dan senter warna-warni, sehingga menghasilkan sebuah foto dengan gambar yang terbentuk dari lampu senter yang digerakkan. Tentu saja foto-foto ini akan mengalami proses editing dengan penggunaan software Adobe Premiere atau Flash. Ya, standar editing film, deh. Lalu frame-by-frame-nya akan membentuk gambar bergerak sesuai dengan perubahan bentuk cahaya senter per-frame nya. Agak sulit memang untuk dipahami bagi orang awam. But overally, workshopnya sangat menyenangkan.

Imajinasiku adalah Tuhanku.
Membuat bom waktu yang meledak, malaikat bersayap, dan ibu-ibu penjual nasi kuning adalah beberapa contoh karya aku saat itu. Kita dibebaskan untuk berekspresi dan berkreasi dengan menggunakan senter yang berwarna-warni itu. Sangat menyenangkan (terlebih saat itu aku memang mengidap sindrom menstruasi tanpa darah setiap hari, yang artinya marah-marah terus seperti cewek yang sedang dilanda masalah bulanan) dan inspiratif.
Tochka pun ingin membuat karya yang sangat Indonesia. Dia mengambil latar belakang setiap foto dengan elemen-elemen Indonesia, seperti angkot, gerobak nasi kuning dan sebuah tugu buatan Pak Sunaryo di bilangan Dipati Ukur. Kita pun disuruh agak membuat kata 'Angkot' dan 'Indonesia', juga tak luput membuat burung garuda, sebagai lambang negara ini.

Fiuh. Tiga jam sudah melewati sebuah petualangan baru.
Saatnya cuci tangan, makan dan pulang ke kehidupanku yang asli.
Terima kasih pengetahuan baru!

1 comment:

loveshugahlovesyou (LVU) said...

alay.aku dong bikin blog lagi.
liat semua ya
loveshugah.blogspot.com
damnbeauty.blogspot.com
pict-a-boo.blogspot.com
hakhakhakhahkah
maruk